Assalamualaikum ^^ yup kali ini tya mau ngebahas praktikum Teratologi yang diadakan beberapa bulan yang lalu. Teratologi apa sih ?
Teratologi merupakan salah satu dari cabang embriologi yang khusus mengenai pertumbuhan struktur abnormal yang luar biasa. Teratologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang atau sebab-sebab terjadinya kelainan bentuk (malformasi) pada mudigah yang sedang berkembang. Terotologi atau teratologia berasal dari kata Yunani. Teratos = monster = bayi yang lahir cacat hebat dan logos = ilmu, biasanya pada bayi yang lahir abnormal disebut “bayi monster” (baby monster). Kelainan bentuk dapat berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari metabolik yang terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan dengan malformasi kongenital, anomali kongenital atau cacat lahir.
Untuk praktikum teratologi kami di tugaskan oleh dosen kami untuk mencari kasus untuk dikaji lebih lanju, untuk itu tya dan teman teman sepakat untuk mengunjungi Sekulah Luar Biasa (SLB) yang terdapat di daerah kami. Alhamdulillah kami mendapat sambutan hangat disekolah tersebut sekaligus dukungan dan bantuan berupa data-data mengenai anak yang akan kami amati.
Oh yah kami ada 5 orang yaitu tya sendiri, Andini, Dian, Gde dan Sulastri. Setelah meminta ijin kami lansung mencari beberapa anak untuk kami amati tingkah lakunya. Tya mengamati seorang anak yang menurut Tya menarik untuk diamati. Ia adalah aji, bocah lucu yang aktif sekaligus sedikit aneh menurut sebagian orang yang mungkin pertama kali berjumpa dengannya. Pengalaman lucu ketika Tya pertama kali mengajaknya berkenalan, ia mengulurkan tangannya kepadaku namun sekaligus membelakangiku. Hah tidak sesuai etika fikirku, normalnya ketika berjabat tangan semestinya saling berhadapan wajah, aji malah membelakangiku. Namun Tya berusaha memahami, aji di SLB ini pasti memiliki kekurangan. Inilah yang berhasil Tya amati dari aji.
![]() |
Aji |
Nama : Herianto senoaji
Tempat tanggal lahir : 14 Maret 1999
Umur : 12 tahun
Kelas : IV SD (SLB)
Kelainan : Autis
Tingkah laku yang di amati :
1. Mendekati orang lain hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri
2. Ketidak mampuan menatap orang lain
3. Kurang mampu untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana
4. Pengunaan bahasa yang repetitif (diulang) atau stereotip (meniru) atau bersifat idiosinktratik (aneh).
5. Tertarik dengan music dan games
6. Ekspresi wajah yang terbatas
7. Kepatuhan yang kaku pada rutinitas atau ritual non fungsional dan spesifik
8. Mampu membaca dan menulis namun kurang mampu untuk memahami apa yang di tulisnya.
Herianto senoaji merupakan salah satu murid Sekolah Luar Biasa (SLB) ABCD Mandara Kendari Sulawesi Tenggara. Sepintas anak ini terlihat normal, tidak seperti beberapa anak lain yang juga sama-sama menjadi murid di SLB ini, contohnya riski yang tuna grahita, sindi dan yuni yang tuna netra. Aji adalah nama panggilan sehari-harinya, aji menderita Autis. Aji merupakan anak satu-satunya di SLB itu yang menderita autis, dan malangnya pihak sekolah belum memiliki guru yang menangani autis sehingga aji di tangani oleh guru yang khusus menangani kelas untuk anak yang tuna rungu dan tuna wicara.
Aji lahir pada tanggal 14 Maret 1999 dan sekarang berumur 12 tahun, lazimnya anak sebayanya sekarang duduk di kelas 1 SMP, namun aji masih duduk di kelas 4 SD di SLB Mandara. Menurut penuturan ibunya Nyonya Nurtia, aji sempat duduk di sekolah dasar normal selama setahun, namun karena perangai aji yang kurang baik maka aji di keluarkan. Aji merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, ia dicurigai mengidap kelainan ketika berusia 4 tahun kemudian ia dibawa ke dokter spesialis anak dan pemeriksaan di Rumah Sakit Jiwa, pada saat itulah aji divonis autis oleh dokter yang menanganinya.
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks, yang biasanya muncul pada usia 1-3 tahun. Tanda-tanda autisme biasanya muncul pada tahun pertama dan selalu sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme 2-4 kali lebih sering ditemukan pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti dari autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan.
Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan:
1. Infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease)
2. Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan)
3. Sindroma X yang rapuh (kelainan kromosom).
Pada kasus aji Autis bisa disebabkan oleh faktor genetik atau turunan, hal ini dikaitakan dengan terdapatnya seorang keluarga dari pihak ayah (Omnya aji) yang memiliki sifat yang sama. Resiko gangguan autis tinggi di antara keluarga dari anak yang autis ketimbang masyarakat umum. Hal ini menunjukkan kalau autisme mungkin diwarisi. Dr. Lei dan koleganya menganalisa data dari Autism Genetic Resource Exchange (AGRE) dari 943 keluarga, sebagian besar adalah keluarga yang memiliki lebih dari satu anak yang di diagnosa autis dan telah melakukan uji genetik. Para peneliti membandingkan jumlah 25 mutasi gen dalam keluarga AGRE dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 6317 individu tanpa gangguan perkembangan atau neuropsikiatrik.
Kelompok Dr Lei menemukan mutasi di empat gen dalam keluarga AGRE. Dua gen sebelumnya ditunjukkan memang berhubungan dengan autisme dan sering terlibat dalam pembentukan dan pelestarian sinapsis syaraf – titik koneksi antara sel syaraf individual. Salah satu gen yang baru ditemukan adalah molekul adesi sel syaraf 2 (NCAM2). NCAM2 di ekspresikan dalam hipotalamus otak manusia – sebuah daerah yang sebelumnya berasosiasi dengan autisme. Sementara mutasi di gen NCAM2 jumlahnya kecil pada anak yang kami pelajari, studi seperti ini memberi bukti kalau autisme adalah penyakit berbasis genetik yang mempengaruhi konektivitas syaraf.
Para peneliti berhipotesis kalau ada persentase yang signifikan pada anak autis yang memiliki satu atau lebih mutasi pada banyak gen yang perlu untuk fungsi sinapsis normal. Studi ini juga menunjukkan kalau beberapa orang tua dan saudara anak autis memiliki mutasi NCAM2 namun tidak memiliki gangguan. Hal ini menunjukkan kalau ada faktor genetik atau lingkungan lain yang terlibat dalam menyebabkan autisme pada individu yang rentan. Hubungan kekerabatan antara ayah dan ibu aji yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (sepupu tiga kali), juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab autis ini. Seperti yang kita ketahui, perkawinan yang terjadi dengan hubungan kekerabatan yang dekat akan lebih mudah menimbulkan sifat yang resesif yang dapat menimbulkan kelainan.
Penderita autisme klasik memiliki 3 gejala:
1. Gangguan interaksi sosial
2. Hambatan dalam komunikasi verbal dan non-verbal
3. Kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas.
Sifat-sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autis:
1. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
2. Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
3. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
4. Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
5. Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
6. Jarang memainkan permainan khayalan
7. Memutar benda
8. Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik
9. Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
10. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
11. Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan
12. Tidak takut akan bahaya
13. Terpaku pada permainan yang ganjil
14. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
15. Tidak mau dipeluk
16. Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli
17. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebihsenang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk.
18. Jengkel/kesal, membabi buta, tampak sangat rusuh untuk alasan yang tidak jelas
19. Melakukan gerakan dan ritual tertentu secara berulang (misalnya bergoyang-goyang atau mengepak-ngepakkan lengannya.
Aji memperlihatkan beberapa dari sifat diatas, yang pada intinya ia menunjukkan gejala ia menderita autis. Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Aji juga mengalami keterlambatan berbicara, ia baru mulai berbicara ketika ia berumur 6 tahun. Jika seseorang berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai saya). Pada beberapa kasus mungkin ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri. Namun pada kasus Aji ia menunjukkan perilaku agresif. Menurut keterangan ibunya, perilaku agresif ini ia tunjukkan dengan memukul teman sebayanya, selalu menghambur barang barang yang ada dirumahnnya dan mencoret coret buku adiknya. Perubahan dirasakan ibu Aji setelah ia menyekolahkan anknya di SLB, kata ibunya kini ia tak lagi suka memukul temannya dan mulai bergaul dengan temannya. Kemampuan motorik anak autis kasar/halusnya ganjil (tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun balok). Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat. Selain itu, perilaku anak autis biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya.
Autisme tidak dapat langsung diketahui pada saat anak lahir atau pada skrining prenatal (tes penyaringan yang dilakukan ketika anak masih berada dalam kandungan). Tidak ada tes medis untuk mendiagnosis autisme. Suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan kepada hasil pengamatan terhadap kemampuan berkomunikasi, perilaku dan tingkat perkembangan anak. Karakteristik dari kelainan ini beragam, maka sebaiknya anak dievaluasi oleh suatu tim multi disipliner yang terdiri dari ahli saraf, psikolog anak-anak, ahli perkembangan anak-anak, terapis bahasa dan ahli lainnya yang berpengalaman di bidang autism. Pengamatan singkat dalam satu kali pertemuan tidak dapat menampilkan gambar kemampuan dan perilaku anak. Masukan dari orang tua dan riwayat perkembangan anak merupakan komponen yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang akurat.Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui permainan. Bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari perilaku dan ritualnya yang sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Orang tua perlu memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk ke dunia luar.Kata-kata pujian karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, kadang tidak berarti apa-apa bagi anak autis. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku yang baik dan untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Anak autis belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar) dan verbal (melalui kata-kata). Masukkan komunikasi argumentatif ke dalam kegiatan rutin sehari-hari dengan menggabungkan kata-kata dan foto, lambang atau syarat tangan untuk membantu anak mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya. Hal ini terlihat pada Aji, ia adalah penghafal yang baik dimana ia dengan mudah mengingat semua lirik lagu melalui CD yang dibelikan untuk ibunya bahkan dengan nama penyanyi serta pengarangnnya. Beberapa anak autis tumbuh dan menjalani hidup yang mandiri. Yang lainnya selalu membutuhkan dukungan dari lingkungan tempat tinggal dan tempatnya bekerja. Banyak ahli yang berpendapat bahwa masa depan anak autis sangat tergantung kepada besarnya kemampuan berbahasa yang dicapai oleh anak ketika berusia 7 tahun. (Disadur dari berbagai sumber)