Sore ini Mama ( Baca Nenek) sedang makan. Aku hampiri ia dan duduk di sampingnya, melihat makanan sederhananya aku tak tertarik. Mama makan sayur labu dan ikan kering kecil kecil yang digoreng seadanya, pasti enak kalau ikannya ditumis dengan saus tiram dan ditambah dengan cabe rawit. Hhhhmm... yummmi! Pikirku saat itu. Namun ada yang membuatku tertarik sehingga aku tergiur untuk menggodanya makan. Tiba-tiba kenangan masa kecilku yang kebetulan hidup bersamanya selama 1 tahun di Makassar ketika aku masih kelas 1 SD terlintas seketika. Kenangan betapa ia sangat mencintaiku sampai aku adalah prioritas utamanya dibandingkan dengan anak bungsunya yang pada waktu itu juga hidup dengannya, sedangkan ketiga anaknya yang lain telah hidup mapan bersama suami mereka. Ya, anak Mama semuanya adalah wanita, mamiku adalah anak keduanya dan yang paling dibanggakannya. Waktu itu kakekku masih hidup aku memanggilnya dengan sebutan Puang. Tahukah kamu untuk suku Bugis gelar Puang itu utuk para bangsawan dan keturunan raja-raja biasanya yang bergelar Puang memiliki nama Andi di depan namanya. Beda lagi dengan orang Makassar yang menganggap Puang gelar utuk mereka yang dituakan dan dihormati. Mama sangat sayang padaku sampai sampai aku ingat hanya 2 kali ia pernah memukulku dengan tangannya selama aku tinggal bersamanya, itupun karena kesalahanku.
Waktu itu aku terlalu sibuk main dan lupa pulang ke rumah akhirnya Mama panik mencariku( namanya juga anak-anak heheheh). Yak, setelah pulang rentetan cubitan dan ceramah kepanikan stadium akhir menyerangku, “Berlindung pikirku dalam hati.” Namun aku bingung aku hendak berlindung kemana. Mama adalah tamengku satu-satunya, anak bungsu Mama adalah sainganku dan Puang adalah tamengnya! Ahhhh... haruskah aku berlindung pada rumput yang bergoyang ataukah bebatuan tua yang lama tertancap di depan rumah. Ohhh, tidak! Aku akan terlihat, dasar rerumputan dan batu yang kecil tak bisa menyembunyikanku. Pikiran kanak-kanakku tak mengingat Allah kala itu jadilah aku tak meminta perlindungan padaNya, padahal Dialah tempat bergantung segala sesuatu, Dialah tempat berlindung dan Dialah yang menguasai apa yang di langit dan di bumi.
Sekalipun sempat marah besar akibat ulahku tetap saja rasa cintanya tidak berkurang, dasar orang tua sekesal apapun mereka pada anaknya segudang cinta dan kasih selalu ada untuk anak-anaknya. Mereka adalah satu satunya mahluk yang mencintaimu apa adanya dirimu tanpa harus berpura pura menjadi orang lain dan memakai topeng kemunafikan. Mereka adalah tempat terbaik mencari cinta sebenar benarnya cinta , cinta yang tulus.
Seperti saat ini ketika aku sedang menggodanya makan, aku iseng mengambil lauknya dan memintanya menyuapiku.Ketika aku memintanya ia memberiku lebih, ia memberiku sesuap nasi dengan tangan tuanya, senyum manis dan doa-doa pendek untukku. Allhamdulillah... teriak hatiku, aku bergelimang cinta tulus sehingga aku tak kehausan lagi dan tak perlu mencarinya di luar. Aku tak perlu mencari pada sumur sumur baru semu yang ternyata berisi racun. Karena aku memiliki mata air di sumur tuaku bernama Mama.
Ceritaku tentang mamaku, mana ceritamu? ^^
=) Editor By Nafilah Nurdin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar